Selasa, 30 Desember 2008

Khalifah Umar dan Tahun Baru Hijriyah

Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Muharram, bulan yang menandai datangnya kembali tahun baru hijriyah. Tahun baru hijriyah mengingatkan kepada kejadian spektakuler dalam sejarah Islam, yakni peristiwa “ hijrah ”.

Hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yang lain. Secara historis, hijrah adalah peristiwa nabi besar Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya darikota Makkah menuju kota Yathrib, yang kemudian disebut al – Madinah al – Munawwarah.

Seyogyanya kita menggali hikmah yang terkandung dibalik ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal perhitungan tahun Hijriyah ini. Tahun baru hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama “ Tahun Muhammad ” atau “ Tahun Umar ”. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi. Tidak seperti tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa a.s., Al – Masih ( Arab ) atau Messiah ( Ibrani )

Tidak juga seperti penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsure pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami ( dewa matahari ) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan dewa matahari, yakni Jimmu Tenno ( naik tahta 11 februari 660 M yang dijadikan awal tahun perhitungan Tahun Samura )

Atau penanggalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka. Menurut dongeng dan mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang dari India untuk menetap di tanah Jawa.

Penetapan nama Tahun Hijriyah ( al – Sanah al – Hijriyah ) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya beliau berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar, sangatlah mudah baginya melakukannya. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalan Islam itu.

Beliau malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam.

Khalifah Umar dan Tahun Baru Hijriyah

Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan Muharram, bulan yang menandai datangnya kembali tahun baru hijriyah. Tahun baru hijriyah mengingatkan kepada kejadian spektakuler dalam sejarah Islam, yakni peristiwa “ hijrah ”.

Hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yang lain. Secara historis, hijrah adalah peristiwa nabi besar Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya darikota Makkah menuju kota Yathrib, yang kemudian disebut al – Madinah al – Munawwarah.

Seyogyanya kita menggali hikmah yang terkandung dibalik ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal perhitungan tahun Hijriyah ini. Tahun baru hijriyah mulai diberlakukan pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Sistem penanggalan Islam itu tidak mengambil nama “ Tahun Muhammad ” atau “ Tahun Umar ”. Artinya, tidak mengandung unsur pemujaan seseorang atau penonjolan personifikasi. Tidak seperti tahun Masehi yang diambil dari gelar Nabi Isa a.s., Al – Masih ( Arab ) atau Messiah ( Ibrani )

Tidak juga seperti penanggalan Bangsa Jepang, Tahun Samura, yang mengandung unsure pemujaan terhadap Amaterasu O Mi Kami ( dewa matahari ) yang diproklamasikan berlakunya untuk mengabadikan kaisar pertama yang dianggap keturunan dewa matahari, yakni Jimmu Tenno ( naik tahta 11 februari 660 M yang dijadikan awal tahun perhitungan Tahun Samura )

Atau penanggalan Tahun Saka bagi suku Jawa yang berasal dari Raja Aji Saka. Menurut dongeng dan mitos, Aji Saka diyakini sebagai raja keturunan dewa yang datang dari India untuk menetap di tanah Jawa.

Penetapan nama Tahun Hijriyah ( al – Sanah al – Hijriyah ) merupakan kebijaksanaan Khalifah Umar. Seandainya beliau berambisi untuk mengabadikan namanya dengan menamakan penanggalan itu dengan Tahun Umar, sangatlah mudah baginya melakukannya. Umar tidak mementingkan keharuman namanya atau membanggakan dirinya sebagai pencetus ide sistem penanggalan Islam itu.

Beliau malah menjadikan penanggalan itu sebagai jaman baru pengembangan Islam, karena penanggalan itu mengandung makna spiritual dan nilai historis yang amat tinggi harganya bagi agama dan umat Islam.

myLOVE

aku cinta padamu sayangku